SIDOARJO – Berbagai cara dilakukan dalam upaya penegakan hukum. Salah satunya dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ) melalui rumah-rumah restorative justice di berbagai kelurahan yang ada di Sidoarjo.
Dari awal 2022 hingga saat ini, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sidoarjo Hafidi mencatat sedikitnya 15 perkara dapat diselesaikan melalui upaya keadilan restoratif.
“Untuk yang dominan atau yang paling banyak dalam RJ ini adalah kasus KDRT, yang kedua kasus pencurian,” terangnya, Kamis (30/3).
Sedangkan pada tiga bulan awal di 2023 pihaknya telah menerima total lima perkara yang masuk dalam daftar RJ. Namun hanya satu yang berhasil.
Keempat perkara lainnya yang diajukan untuk RJ gagal. Alasannya, karena tidak ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak serta tidak terpenuhinya syarat-syarat RJ.
Kasus yang berhasil dihentikan dengan cara RJ tahun ini adalah pencurian burung di Sedati. Sedangkan beberapa kasus lain seperti laka lantas, KDRT tidak berhasil. “Ada yang mau diselesaikan dengan RJ karena kerugian hanya Rp 1 juta, tapi yang bersangkutan adalah residivis. Nah kami tidak mau melakukan itu,” ujarnya.
Dirinya juga memaparkan, selain tidak ditemukan kata sepakat di antara kedua pihak yang berperkara, gagalnya RJ juga disebabkan tidak terpenuhinya syarat yang lain. Misalnya kerugian yang ditimbulkan di atas Rp 2,5 juta.
Selain itu, Hafidi juga menjelaskan, pemanfaatan rumah restorative justice yang ada di Sidoarjo, tak melulu menyoal penyelesaian keadilan restoratif saja.
Menurut dia, saat ini  pemanfaatan rumah RJ itu berfungsi tidak hanya untuk penyelesaian perkara saja. Akan tetapi lebih banyak kepada forum komunikasi dan konsultasi. “Contohnya, barangkali ada permasalahan di desa terkait beberapa masalah, nah kita diundang di rumah RJ itu, untuk menjadi fasilitator,” tutupnya. (nul/vga)